Siapa Mengusung Siapa (Surat Terbuka untuk Pak SBY)

Bapak SBY yang saya hormati,
Perhelatan proses demokrasi tengah berlangsung, sungguh mendebarkan dan menguras energi pikiran maupun waktu bagi para petinggi parpol, wabil khusus Pak SBY yang notabene adalah Ketua umum sekaligus Ketua majelis tinggi Partai Demokrat yang sekarang memegang tampuk pemerintahan.

Saat Pak SBY memiliki gagasan menggelar konvensi capres sebagai proses pembelajaran pendidikan poilitik pada rakyat, sungguh hati ini berbunga-bunga penuh harapan, karena tahapan yang dilakukan Partai Demokrat dalam memberikan peran pada proses suksesi terasa sangat demokratis dan menunjukkan kelasnya sebagai partai pemenang pemilu 2009, dan telah sukses memimpin Negara dalam dua periode. Apalagi seleksi awal calon peserta konvensi dilakukan secara terbuka dengan meriset ratusan tokoh nasional yang dianggap memiliki kompetensi sebagai calon Presiden. Rasanya kekuatiran saya, dan mungkin juga jutaan bangsa ini bisa sirna terhadap istilah ” Jangan suguhkan pada rakyat calon pemimpin negara yang sebesar Indonesia ini seperti memilih kucing dalam karung, atau kekuatiran lain, jangan sampai terjadi calon Presiden yang memiliki kemampuan tapi tidak memiliki kesempatan karena tidak populer”, Maka begitu Pak SBY menabuh gong dimulainya proses konvensi, saya sangat rajin menyimak dan mengikuti sambil terus berdoa : ” Ya Allah , Berkahilah Konvensi Capres Demokrat ini dan terima kasih Engkau telah angerahkan pada kami pemimpin seperti Pak SBY, yang memiliki cita-cita mulia, mengantarkan Republik ini pada proses kedewasaan berdemokrasi”, berita gembira konvensi ini saya sebar luaskan ke semua teman dan kerabat se Indonesia, sekaligus mengajak, ayo kita dukung, ayo kita sukseskan konvensi ini meski kita bukan kader Partai Demokrat, karena ide konvensi ini sangat brilian, bahkan model seperti ini baru pertama di indonesia, dulu memang pernah ada konvensi di Partai Golkar, tapi hanya berlaku internal, tapi kalau di demokrat ini berlaku untuk semua lapisan masyarakat, di laksanakan oleh panitia konvensi yang independen dan profesional, teman-teman sangat antusias mengapresiasi program ini.

Bapak SBY yang saya muliakan,
Pikiran saya mulai agak terganggu saat diumumkan nama-nama 11 peserta konvensi, ternyata ada beberapa nama yang tidak muncul pada riset sebelumnya,mendadak ada, dan publik sangat mengetahui kapasitas mereka. Timbul pertanyaan saya, ada apakah ini ? Mengapa Pak SBY mengundang mereka untuk ikut ? Kalaupun mau mengambil tokoh yang tidak masuk dalam riset, kenapa harus mereka ? Masih banyak tokoh lain yang bisa diandalkan. Saya bersama teman-teman mencoba khusnudhon, tidak berburuk sangka, mungkin karena faktor teknis saja nama tersebut muncul, tanpa tendensi apapun.
Ketika konvensi mulai berjalan di beberapa kota, saya mulai gundah lagi, kenapa liputan media cetak dan elektronik tidak begitu membahana, bahkan terkesan adem ayem saja. Setelah saya cermati barulah bisa memaklumi, ternyata model dan tampilan jalannya konvensi betul-betul sangat konvensional, tidak menarik untuk diliput, terkesan membosankan, untuk ukuran seleksi capres rasanya kurang berkelas, bahkan teman saya nyeletuk, kok seperti cerdas cermat anak sekolah ya. Kenapa tidak ada terobosan penataan panggung politik yang bisa memberikan ekspresi lebih maksimal untuk para peserta, sehingga visi misi mereka dalam membangun bangsa bisa sampai pada rakyat, dan media dengan gencar tanpa henti selalu memberitakannya, karena selain menarik juga layak jual. Mulailah saya kuatir dan pesimis, akankah hasil konvensi ini nantinya bisa menaikkan pamor Partai Demokrat yang sedang terupuruk? Juga menaikkan elaktibilitas para pesertanya ? Lagi-lagi saya mencoba khusnudhon, tidak berburuk sangka, mungkin akan ada kejutan dari Ketua Umum untuk membuat sesi akhir konvensi yang lebih heboh dan aktual, tidak sekedar basa basi, misalnya akan ada eksekusi penyederhanaan finalisasi pemenang dengan memanfaatkan momentum dinamika politik yg berkembang.

Bapak SBY yang mulia,
Hati saya menjadi tidak tenang, ketika panitia konvensi membuat jadwal debat kandidat ke 10 kota tidak cermat, sehingga berbenturan dengan jadwal PILEG, saya membaca ini sebuah pilihan dengan spekulasi tinggi, tapi resikonya besar. Kenapa kalau sama-sama ber spekulasi tidak memilih resiko yang lebih kecil ? Misalnya segera diputuskan lebih dulu pemenang konvensi, atas dasar grafik elaktibilitas yang sudah berjalan dan diketahui rankingnya, sehingga sang pemenang bisa lebih all out, sekaligus suara partai tidak terbelah kemana-mana,bisa fokus, karena dari sebelas peserta hampir separonya kader partai, yang tentunya punya dampak cukup besar terjadi kompetisi di internal, yang momentum waktunya tidak tepat, karena PILEG akan berlangsung dan partai kompetitor sudah umumkan Capresnya lebih awal. Saya dan teman-teman mulai ragu efektifitas konvensi ini, apakah strategi Pak SBY ini tepat? Atau ada agenda lain? Kami tidak terpancing pada buruk sangka, lagi-lagi kami khusnudhon, sambil berharap strategi ini tepat dan jitu, meski secara faktual dan realitas politik menunjukkan dinamika yang luar biasa cepatnya. Banyak yang mengkritisi strategi ini tidak tepat momentumnya. Saya dan teman-teman yang berada di luar partai hanya bisa menangkap signal kalau demokrasi di internal demokrat tidak optimal, sehingga banyak yang terbelenggu kreatifitas politiknya,kader lebih banyak menunggu, dan bukan jemput bola. Sementara icon Pak SBY sebetulnya adalah figure yang dikenal sangat rasional dan terbuka, tapi kenapa keputusan politiknya kadang tidak rasional. Ini komentar teman-teman.

Bapak SBY yang terhormat,
Sampailah Pemilu Pileg berlangsung, dan hasilnya seperti banyak di duga khalayak, demokrat jeblok dan terjun bebas, banyak komentar dan kambing hitam yang dicari, tapi semuanya sudah terjadi dan harus menerima, sepahit apapun itu adalah realitas politik. Saya dan teman teman masih berpikir positif, meski hasilnya tidak menggembirakan, namun saya yakin Pak SBY tentu akan sangat bijak menyikapi hasil Pileg ini untk disinergikan dengan hasil konvensi, siapapun pemenangnya. Kecemasan mulai muncul saat tidak ada tanda-tanda mengambil keputusan di pada momentum penting ini, apakah masih ada strategi cadangan lagi dari Pak SBY agar demokrat tetap bisa eksis di Pilpres ? Keresahan saya dan teman-teman mulai tidak terbendung, terlebih saat membaca surat Pak SBY yang beredar pada jajaran pengurus dan peserta konvensi, tersirat kesan pesimis dan tidak ada harapan positif bagi peserta konvensi, karena sulitnya posisi demokrat mengambil keputusan dengan hasil perolehan Pileg ini. Dan lebih tidan nyaman lagi mulailah di internal Demokrat sendiri banyak kasak kusuk yang tidak jelas, untuk menganulir hasil konvensi , yang tidak perlu ada follow upnya, dengan bebagai alasan. Akankah nanti akan berakhir tragis ? Saya dan teman-teman masih menaruh harapan besar agar yang terakhir ini strateginya Pak SBY manjur dan tepat, bahkan kita berpikir positif mungkin akan ada kejutan terakhir Pak SBY sebagai King maker ..

Bapak SBY yang mulia,
Hiruk pikuk menjelang injury time penentuan untuk berkoalisi atau tidak yang dikemas dalam Rapimnas , termasuk Demokrat, mulai kelihatan akan kemana dan ada dimana Parpol yang ada.
Minggu malam menjadi anti klimaks semuanya, lemaslah sudah saya dan teman-teman mengetahui hasil keputusan rapimnas Demokrat, yang mengambil sikap politik tidak berkoalisi, tidak membuat poros baru, tidak memihak atau netral. Kita semua berdebat panjang lebar, mengapa dan kenapa ?ada apa ? Tapi sepanjang apapun perdebatan yang ada, menjadikan kita semakin dalam rasa kecewa, dan kesal, marah, tapi kepada siapa? Dan apa haknya ? kita bukan kader, bukan pengurus, satu-satunya yang kita miliki adalah sebuah harapan besar, saking cintanya pada Pak SBY, dan respeknya pada Demokrat, ibaratnya Demokrat kapal yang saat ini sedang bocor masih bisa diselamatkan, tidak akan tenggelam, dan momentum menyelamatkan adalah sekarang, all out berada di Pemerintahan, jika menunggu 5 tahun lagi, kapal akan oleng, penumpangnya banyak berhamburan keluar menyelamatkan diri.. Kekalahan di Pileg kenapa harus diikuti dengan membuat lubang kegagalan yang ke dua kalinya ? Allau akbar, apakah ini sudah nenjadi Taqdir-MU Ya Allah ? Kandaskah jutaan umat yang mencintai Pak SBY dengan tulus harus menanggung kekhilafan strategi ini ? Akan di bawa kemana bangsa ini? Yang prestasi Pak SBY sudah teruji membawa dan mengangkat kesejahteraan rakyat?. Apakah pemimpin yang baru nanti bisa ” mikul duwur mendem jero “
Pak SBY yang dirahmati Allah,
Saat menyaksikan siaran TV, begitu semaraknya deklarasi Parpol berkoalisi, dan Capres mendafar di KPU, hati saya dan teman-teman terasa sedih disayat sembilu, andaikata Demokrat bersama mitra koalisinya berada di sana dengan gagah perkasa mengusung Capres atau Cawapres, alangkah indahnya,alangkah bangganya jutaan rakyat yang mencintai Pak SBY, kami lebih baik berperang meski kalah tapi terhormat, karena telah memperjuangkan tujuan mulia melanjutkan program SBY, daripada sudah merasa Kalah sebelum berperang. Ada jutaan relawan yang siap berdiri di belakang Pak SBY, dan tinggal menunggu komando, mereka siap setiap saat. Namun harapan itu pudar dan tenggelam seiring terbenamnya matahari, bahkan alam serasa ikut menangis dengan turunnya hujan deras di Jakarta saat koalisi Parpol mendeklarasikan para Capres-Cawapresnya.
Kita semua malamnya merenung, kenapa Demokrat tidak terinspirasi dari Pemilu di Peru yang memenangkan Alberto Fujimori.
“Meski elektabilitas Fujimori awalnya hanya satu persen, di putaran kedua dirinya mampu memenangkan Pemilu Presiden,”

Kompetitor Fujimori adalah tokoh-besar dengan popularitas dan elektabilitas tinggi, yaitu Alan Garcia, incumbent dari APRA (Sayap Kiri) dan Liberalis Mario Vargas, seorang akademisi dan juga novelis yang paling tinggi popularitasnya.
Pesaing Fujimori ini berada di dua sisi, satu fasis dan satu lagi liberalis, membuat masyarakat mencari calon alternatif yaitu Fujimori. Hasilnya, pemilu putaran pertama dimenangkan Mario Vargas 28 persen disusul Fujimori 24 persen. Tetapi pada putaran kedua Fujimori balik didukung oleh APRA dan menang 57% dimana Vargas hanya 34%.

Sementara para peserta konvensi Demokrat meskipun elaktibilitasnya belum setinggi kompetitor, namun bukan berarti harus kalah. Tapi ya sudahlah mungkin ini bagian dari pembelajaran politik pada saya dan teman-teman, dan tentunya rakyat pendukung Pak SBY, bahwa ternyata dalam mensukseskan keputusan poilitik itu niat baik saja tidak cukup, karena niat baik masih dikalahkan dengan keteguhan, tapi keteguhan masih dikalahkan dengan keberanian, berani menang dan berani kalah, karena bagaimanapun rumus politik yang masih tetap berlaku adalah ” tidak pernah ada kawan dan lawan yang abadi, kecuali kepentingan yang abadi “.

Akhirnya saya dan teman-teman harus tawakkal pada Allah, kalau Pak SBY yang kita banggakan dan cintai harus memilih membawa Demokrat dalam proses suksesi ini ibaratnya memiliki group band tanpa penyanyi, seperti yang dialami Partai Golkar. sementara Pak JK, meski hanya bersolo karier tanpa group band bisa menyampaikan pesan misi nya pada rakyat, karena berhasil menjadi cawapres.
Di akhir perenungan saya dengan teman-teman, menyampaikan keprihatinan mendalam, dan ucapan selamat pada para peserta konvensi, dengan ucapan ” terima kasih dan selamat kepada Bapak-Bapak peserta konvensi, karena telah berjuang keras sesuai kapasitasnya untuk berkompetisi memenangkan capres konvensi Partai Demokrat, sampai ketemu lagi di konvensi 5 tahun mendatang” dengan agenda Siapa mengusung siapa. Wallahu a’lam bissawaf.
Gus Amik.
Padepokan Demi Indonesia

Sumber : Demi Indonesia
disalin kompasiana 
Salam dari kami : Dahlanis Indonesia

0 Response to "Siapa Mengusung Siapa (Surat Terbuka untuk Pak SBY)"

Post a Comment