Perdebatan Dahlan Iskan : Mentalitas TKI dan Kontroversi Erick Mejer

Dulu bangsa ini hanya menjadi kuli di negeri orang. Di dalam negeri pun, kita hanya bisa menonton, menjadi pembeli, dan bekerja pada perusahaan multinasional yg melihat potensi raksasa negeri ini. Beberapa hari belakangan ini, publik ramai oleh rencana pengangkatan Erick Mejer sebagai calon direktur komersil Garuda Indonesia. Beragam komentar masyarakat membanjiri portal media online dan jejaring sosial. Mulai komentar positif, sampai komentar sinis dan negatif. Sebagian besar komentar negatif menyalahkan rencana tersebut. Pertanyaan-pertanyaan seperti "mengapa harus WNA? memangnya tidak ada WNI yang mampu? hingga pertanyaan seputar kapabilitas Erick Mejer yg selama ini hanya dikenal sebagian besar masyarakat sebagai suami Maudy Koesnaidy yg menikah setelah ditolak si Doel. Ada pula komentar-komentar yg menanyakan kenapa posisi sepenting direktur utama diserahkan pada WNA. Akan dikemanakankah Emirsyah Star? Dirut yg sukses mengembangkan Garuda. Yah, meskipun saya sendiri bertanya dalam hati, apakah para komentator ini hanya mengomentari berita dari judulnya. Tanpa melihat detail posisi yg akan ditempati. Bukan direktur utama tapi direktur komersial.     Saya tidak ingin mengomentari alasan dipilihnya Erick Mejer. Meskipun dalam logika saya, pastilah karena kemampuannya EM dipilih menangani Indosat yg sahamnya dimiliki salah satu operator seluler terbesar di Timur Tengah. Dan tentu bukan tanpa alasan, EM dulu dipilih sebagai direktur pemasaran Esia. Anak usaha Grup Bakrie yg dulu sempat menanjak dan mengancam operator selular lain yg telah lebih dulu eksis.  Yg ingin sy bahas ialah mentalitas bangsa ini yg biasa dipekerjakan. Bukan mempekerjakan. Mungkin karena telah terbiasa dipekerjakan, diupah, dibantu, dan berangkat keluar negeri dibiayai. Mentalitas yg menganggap Bule jauh lebih baik dibanding bangsa sendiri. Yg menganggap bule harus dilayani sebagai tamu di bangsa ini. Ya...Tamu, Turis, Bos, dan Bukan pekerja.  Menjadi asing dan aneh jika saat ini kita mampu menggaji ekspatriat asing untuk bekerja di BUMN.  Memang, disatu sisi ada anggapan masih banyak putra putri terbaik bangsa yg mampu dan layak mengisi posisi tersebut. Ya, kita mampu dan itu semua memang benar. Tapi kalau dilihat dari sudut pandang lain, kita telah naik kelas dari pekerja ke yg mempekerjakan. Pepatah umum dikalangan keluarga tionghoa. "Sehebat-hebatnya pekerja, lebih hebat wirausaha yg memiliki toko sendiri".  Memang terkadang perubahan itu mengagetkan, sama mengagetkannya seperti orang kaya di desa tanpa listrik yg membeli kulkas namun digunakan sebagai almari. Dan butuh proses untuk mendewasakan masyarakat Indonesia.. Tidak heran Dahlan Iskan selaku penanggung jawab pengangkatan EM merasa heran. Mengapa kabar baik ini ditanggapi negatif oleh masyarakat?


Agus Purnomo Wibisono

0 Response to "Perdebatan Dahlan Iskan : Mentalitas TKI dan Kontroversi Erick Mejer"

Post a Comment